LEFKO LEFLYE

Kamis, 10 Februari 2011

Magnet Hiburan Baru di Indonesia Timur (Trans Studio)


Kini Indonesia kawasan timur tidak perlu jauh-jauh liburan ke Jakarta.  Yusran (7) perlahan-lahan mulai dapat mengubur impiannya untuk berlibur ke Dunia Fantasi, Ancol, Jakarta. Siswa SD Inpres Maccini Sombala itu telah menemukan ”dunia fantasi” baru tatkala mengunjungi Trans Studio, wahana permainan indoor seluas 2,7 hektar di pesisir barat daya Kota Makassar, Sulawesi Selatan, akhir pekan lalu.

Yusran datang bersama orangtua dan adiknya, Icha, yang baru berusia dua tahun. Sesaat setelah masuk area permainan, ia menggandeng tangan ayahnya, Yusuf (39), dan berlari menuju wahana bermain sepeda terbang. Bocah laki-laki itu sekali-sekali berteriak histeris ketika sepeda yang dinaikinya bergerak naik turun.

Beberapa menit kemudian, ia kembali menggamit tangan sang ayah dan mengajaknya ke wahana permainan jelajah yang terletak di sebelah sepeda terbang. Dalam permainan ini, teriakan Yusran kembali membahana, saat perahu meluncur dari ketinggian sekitar 10 meter. Bajunya basah kuyup karena cipratan air.

Namun, Yusran tak peduli dan berlari lagi menuju wahana permainan lain. Ia seolah ingin melampiaskan rasa senangnya dengan mencoba semua wahana permainan yang tersedia. Antrean panjang yang umumnya memadati setiap wahana permainan tak menyurutkan langkah Yusran.

Trans Studio menyediakan 21 wahana permainan yang tersebar di tiga kawasan, yakni Lost City, 
Magic Corner, dan Kids Studio. Di kawasan Lost City, pengunjung dapat menikmati permainan yang berbau petualangan. Adapun wahana permainan ekstrem yang dibumbui kesan horor dan magis tersedia di area Magic Corner.

Kids Studio berisi permainan khusus untuk anak-anak, seperti korsel (komidi putar) dan mini boom-boom car. Beberapa bangunan restoran dan toko suvenir di luar kawasan permainan didesain ala Broadway sehingga pengunjung bisa berfoto.

Edukasi

Pengelola Trans Studio juga menyediakan program edukasi bagi siswa sekolah di Makassar dan daerah lain. Para siswa berkesempatan mempelajari cara kerja permainan roller coaster yang menggunakan sistem gravitasi. Ada pula program edukasi tentang mekanisme kerja kru televisi, termasuk tips menjadi presenter, kamerawan, dan produser.

Menurut Direktur Trans Kalla Makassar Eka Firman Ermawan, beberapa SD dan SMP memanfaatkan program ini sebagai pelajaran di luar kelas. ”Hampir setiap minggu ada rombongan siswa yang mengambil program edukasi. Kami memberikan potongan harga tiket sebesar 50 persen,” tutur Eka.

Pengelola mematok harga tiket masuk Trans Studio sebesar Rp 110.000 (Senin-Jumat) dan Rp 160.000 per orang untuk akhir pekan dan hari libur. Harga itu sudah termasuk menonton berbagai pertunjukan yang diadakan setiap akhir pekan. Di samping mendatangkan artis Ibu Kota, pengelola menyuguhkan pertunjukan dari luar negeri.

Pada libur akhir tahun lalu, misalnya, pengelola menghadirkan Moscow Circus dari Rusia. Pertunjukan sirkus kelas dunia yang tampil pada 18 Desember 2010-9 Januari 2011 itu mampu menyedot rata-rata 2.000 pengunjung setiap hari.

Sejak beroperasi tanggal 9 September 2009, Trans Studio telah dikunjungi sekitar 1,4 juta orang. Lebih dari 40 persen di antaranya berasal dari luar Sulsel. Kebanyakan dari DKI Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa, seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Semarang.

Wahana permainan menye- rupai Disneyland di Amerika Serikat dan Lotte World di Korea Selatan itu kini menjadi magnet baru pariwisata di kawasan Indonesia timur. Akses yang cukup mudah turut berperan menarik minat pengunjung dari luar Sulsel.
Meri Chairul (50), warga Jakarta Pusat, dan dua anaknya menghabiskan libur Imlek selama tiga hari di Makassar. Saat tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Jumat (4/2/2011) pagi, ia langsung menuju Trans Studio yang bisa ditempuh sekitar 30 menit lewat Jalan Tol Reformasi.
Meri sengaja berlibur ke Makassar untuk menghindari penatnya kemacetan di Jakarta. Seusai anak-anaknya puas bermain, ia menikmati sajian ikan laut khas Makassar di kawasan Pantai Losari, sekitar 2 kilometer dari Trans Studio.
”Tak lengkap rasanya datang ke Makassar tanpa mencicipi ikan olahan koki lokal,” katanya.
Wisata ke Makassar diakhiri Meri dengan membawa anak-anaknya mengunjungi Benteng Fort Rotterdam.
Lokasi Trans Studio, Pantai Losari, dan Benteng Fort Rotterdam memang berdekatan. Jarak tiga tempat wisata itu tak lebih dari 3 kilometer. Dari benteng menuju Jalan Tol Reformasi pun hanya 2 kilometer sehingga wisatawan tak repot jika ingin segera ke bandara atau kembali ke sejumlah daerah di luar Makassar.
Rujukan
Sebagai satu-satunya theme-park dalam ruang di Indonesia, Trans Studio juga menjadi rujukan tempat pelesir bagi rombongan pelancong. Slamet Irianto (48) dan sekitar 20 kawannya dari Jember, Jawa Timur, menyempatkan diri berwisata di tengah rutinitas bekerja.
”Saya sudah melihat wahana rekreasi di Singapura dan Jepang. Saya pikir kenapa tidak mencoba yang ada di negeri sendiri; ternyata tidak mengecewakan,” kata Slamet.
Saat berangkat ke Trans Studio, ia dan rekan-rekannya diantar bus dari tempat mereka menginap. Transportasi menuju Trans Studio tersedia di beberapa hotel berbintang, seperti Santika, Imperial Aryaduta, dan Grand Clarion.
Pengelola juga membangun halte bus di dekat pintu gerbang masuk kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, sekitar 1 kilometer dari Trans Studio. Wisatawan ataupun warga yang ingin ke Trans Studio dapat naik bus gratis di halte tersebut.
Kehadiran Trans Studio turut berimbas pada kawasan wisata dan niaga lain di sekitarnya. Di Jalan Datumuseng, Lamaddu Kelleng, dan Ali Malaka, yang bisa dicapai 10 menit dari Trans Studio, berderet restoran dan warung dengan sajian kuliner hasil laut.
Ivana, pengelola Rumah Makan Nelayan, mengatakan, restorannya kian ramai didatangi rombongan pengunjung dari luar kota selama setahun terakhir. ”Mereka sering bertanya rute menuju Trans Studio,” katanya.
Kehadiran Trans Studio sebagai ikon wisata baru di Makassar mendapat apresiasi dari praktisi pariwisata. Koordinator Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Wilayah Sulawesi Nico B Pasaka mengemukakan, pemerintah seharusnya meniru langkah manajemen Trans Studio dalam hal pengelolaan sejumlah wisata alam yang pamornya terus menurun.
Kawasan wisata pegunungan Malino di Kabupaten Gowa, misalnya, kini semakin ditinggalkan pengunjung mengingat kondisi jalan menuju lokasi memprihatinkan. Jalan rusak dan berlubang di sana-sini. Infrastruktur buruk juga terjadi di akses menuju kawasan wisata bersejarah Benteng Somba Opu di Gowa.
Ragam kupu-kupu yang menjadi daya tarik Taman Nasional Bantimurung di Kabupaten Maros pun terus berkurang. Kondisi itu dipicu pengembangan tempat wisata yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan.


0 komentar:

Posting Komentar

ARTIKEL TERKAIT